RSS

Menghibahkan Kata-kata

Siang itu, di ruang tamu tempat kita bercengkrama, seperti biasa kamu bercerita. Tentang hidupmu yang dianggap sebagian orang ceria. Namun di hadapanku bercucuran air mata. Kamu menjadi bukti sebuah pepatah yang pernah aku dengar. Kadang orang yang paling keras tertawanya justru orang yang punya kesedihan mendalam. Seperti yang sudah-sudah, aku hanya mendengarkan ceritamu dan menepuk bahumu sesekali.

Saat itu adalah hitungan hari keterpisahan kita. Yang sudah tak duduk di bangku sekolah. Kamu memutuskan meneruskan langkahmu di luar kota. Dan memberiku sebuah buku bersampul coklat. Aku tak menyangka ternyata kamu mahir merangkai kata-kata. Kamu menunjukkan padaku cerita dibalik tiap judul goresan pena. Yang membuatku sadar bahwa kesedihanmu lebih dalam dari yang aku perkirakan.

Waktu berselang dan cerita-ceritamupun berkurang. Aku menyimpan bukumu di tempat yang rapi, kadang sesekali kubaca ulang. Sampailah pada satu kisah, aku jatuh cinta dan patah hati dalam waktu yang bersamaan. Aku tak tahu kemana harus bercerita. Kuambil laptop yang tergeletak di meja. Menuliskan semua yang aku rasa. Dan aku tiba-tiba mengingatmu. Memahami sesuatu yang dulu tak kumengerti. Patah hati, bisa menyulap orang menjadi pujangga.