"Maumu apa?"
Itu adalah pertanyaanmu yang kudiamkan hingga kini. Aku masih sibuk dengan pikiranku. Aku tau dengan pilihanku, tapi sepertinya tidak denganmu.
Seperti wanita pada umumnya, perasaanku lebih dominan daripada logikaku. Mungkin sebagian orang berfikir aku telah melakukan hal gila.
“Kamu ingat berapa sekarang umurmu?”, tanyamu berikutnya.
Aku menghela nafas. Jengah mendengar semua ocehanmu sedari tadi setelah aku ceritakan apa yang telah terjadi. Kamu memang teman kecilku, siap memasang badan untuk setiap masalahku. Aku sempat menjulukimu Satria saat itu. Tapi tidak untuk situasi seperti sekarang. Aku butuh jedah untuk masalah ini. Aku pikir kamu mengerti. Tapi nyatanya tidak demikian.
“Ya, aku ingat”, jawabku singkat.
“Apa kamu juga ingat harapan terbesarmu saat ini? Kamu bercerita padaku berkali-kali dan kenyataannya seperti ini. Aku tidak habis pikir. Wanita memang sulit dimengerti.”
Aku cuma mengangguk.
Sepertinya kamu kewalahan menghadapi sikapku dan memutuskan untuk ikut duduk di sebelahku karena sedari tadi yang kamu lakukan hanya berdiri dan menceramahiku.
Kita diam sejenak. Aku tak tau apa yang kamu pikirkan. Aku hanya yakin dengan pilihanku.
“Kamu sadar nggak siapa dia?”, kamu membuka pertanyaan lagi.
“Ya, aku tau. Dia adalah sosok pria yang dieluh-eluhkan wanita kebanyakan.”
“Lalu, kenapa kamu menolak niat baiknya untuk mendampingimu?”