RSS

Apakah Aku Siap Untuk Do'aku?

Do'a, apa itu do'a? Deretan kalimat dan pengharapan yang aku minta pada Sang Pencipta.
Kenapa aku berdo'a? Agar apa yang aku inginkan bisa tercapai dengan bantuanNya.

Kala do'a dipanjatkan, yang ada adalah pengharapan kepadaNya agar apa yang aku ingin bisa dicapai. Karena aku tau Dia Sang Pemilik Hidup dan Dia yang berkuasa atas segalanya. Do'a terpanjat dengan lancarnya, entah itu rentetan keluh kesah atau segudang pengharapan. Aku yakin Dia Maha Tahu karena itu aku berdo'a. Dan faktanya, aku tidak setahu Dia. Apa yang aku panjatkan tidak selalu Dia kabulkan. Dia punya cara sendiri untuk menjawabnya. Ketika aku meminta kemudahan, Dia memberiku hambatan agar aku tahu apa artinya kemudahan itu. Ketika aku minta kebahagiaan, Dia menghadiahkanku setetes air mata agar aku bisa bersyukur bahwa masih ada yang bisa aku nikmati dibalik setetes air mata. Ya, itu adalah cara lain Dia menjawab do'aku.

Aku juga ingat bahwa Dia Sang Maha Mendengar. Entah sudah berapa kali Dia berbaik hati mendegar dan mengabulkan do'aku sampai kadang aku terperanjat dan mulai berpikir. Apakah aku sudah siap untuk do'aku? Ya, aku meminta ini itu tanpa tau kapabilitasku terhadap do'aku sendiri. Ketika Allah menjawab apa yang aku minta, aku merasa enggan. Nah, repot kan? Yang minta siapa yang enggan siapa. Ternyata berdo'a juga butuh kerealistisan akal, bukan semata karena impian dan keinginan. Tau rasanya terperanjat karena do'a sendiri? Ketika yang diminta ada dihadapan mata tapi aku masih bertanya, bukankah ini yang kuminta, tapi kenapa aku merasa enggan? Apa ada yang salah dengan do'aku? atau aku belum siap untuk do'a yang telah aku panjatkan? Aaaarrgghh.. repot ya jadi aku? Banyak mintanya. Sering merenung gara-gara ini. Apa aku terlalu mendikte Tuhanku senidiri tanpa aku peduli bahwa sebenarnya Dia bisa menunjukkanku ke jalan yang sesuai untukku?

Dan akhirnya aku sadar bahwa dalam berdo'a kapabilitasku sebagai pendo'a harus diperhitungkan. Apa aku sanggup memperjuangkan apa yang aku panjatkan dan menerima segala konsekuensinya.

Ketika Matamu Berbicara

Jika bertemu denganmu adalah sebuah keharusan, bertatap mata denganmu adalah sebuah keseganan. Aku tak berani mengeja satu per satu apa yang kulihat dengan mataku. Sepertinya seketika itu juga aku menjadi buta. Aku menjadi kaku dan memilih menunduk untuk tidak melihatmu.

Hey, entah untuk keberapa kalinya aku merasa bersalah. Bukannya enggan bertemu denganmu, hanya saja lebih baik menjaga untuk tidak saling menyakiti. Bukan kamu yang menyakiti, tetapi aku.

Aku tahu, ketika dua pasang matamu menatap ke arahku, dalam. Dan aku berpura-pura tak mengetahuinya. Itu kebiasaanmu yang selalu kuhindari karena itu aku mohon maaf karena sering memunggungimu.


Kamu tahu? aku sering mengamati perasaan orang dari matanya, tapi aku terlalu takut menatapmu. Tanpa kulihatpun aku bisa mengartikannya. Dan aku masih memilih untuk pura-pura tidak tahu.

Andai matamu tak menatap dalam, tak terhenti beberapa detik ke arahku. Mungkin aku bisa menyuguhkan sesungging senyum seperti biasanya. Bukan sesungging senyum canggung. Aahhhh.. semua terasa kaku bagiku, aku tak menyukainya!!

Hey, jika pikiranku sesederhana perasaanmu, mungkin waktu akan berpihak kepada kita. Tapi itu hanya sebatas jika.