RSS

Bersediakah Kamu Mewujudkan Mimpi Kecilku?

Kita duduk berhadapan, memegang kertas yang masih putih bersih. Bersepakat berdiam lima belas menit untuk menuliskan mimpi kita di waktu akan datang. Aku memberikan secarik kertas yang bertuliskan mimpiku setelah itu, demikian denganmu. 

Kubaca pelan coretan tanganmu. Impian sempurna versimu. Kamu menitinya pelan tapi pasti. Itu terbukti dari keadaanmu saat ini. Dan kamu membuat jarak untuk mencapai itu, perlahan. Kamu memilih tanah rantau sebagai muara dalam mimpimu. Sepertinya kamu berkeinginan membuat kehidupan di sana. Tanah rantau adalah batu loncatan untuk apa yang kamu cita-citakan kelak. Itu yang aku tangkap dari tulisanmu. Aku termenung masih memegang kertas darimu dan terlintas apa yang aku tulis tadi.

Aku ingin pulang. 

Itu adalah rangkuman dari seretentan poin mimpiku. Jika kamu memakai tanah rantau sebagai batu loncatan, maka aku memakainya untuk pulang. Kamu tahu kenapa? Aku masih punya mimpi di sana. Hidupku berawal dari sana, sendirian. Aku tahu, mendampingimu adalah kewajibanku kelak. Tapi aku berhak kan memintamu untuk tinggal atas mimpiku ini? Aku hanya beranggapan jika kebahagiaan bisa dirasa bersamaan, kenapa tidak? Aku tidak ingin memilih, memilih kamu atau mereka. Karena kalian adalah bagian dari mimpiku juga. Mungkin terlalu kekanak-kanakan, tapi aku memang anak mereka yang ingin berterima kasih dengan cara berbakti dan aku harap kamu mengerti.


Mimpiku bagimu mungkin hanya setinggi ilalang, tak sepertimu yang tinggi menjulang. Kita berdua terdiam, membaca impian kita satu sama lain. Aku melihatmu masih tertunduk membaca kertas milikku. Alismu terangkat lambat laun dan kamu masih diam. Aku beradu dengan pikiranku. Mimpimu yang setinggi langit dan mimpiku yang sebatas ilalang, bisakah bertemu?