RSS

Kemana Bukitku Kau Ambil?

Pagi ini begitu sejuk, matahari belum nampak. Aku mengayuh sepedaku semenjak tadi, sendiri. Area persawahan terbentang di depan mata, padi yang menguning terhampar luas siap untuk di panen. Tiga puluh menit berlalu, aku berhenti mengayuh. Aku menepi, berhenti sejenak melepas dahaga. Duduk seenaknya di trotoar sebuah perumahan, menenggak air di botol minuman yang aku bawa dari rumah. Sekarang aku menghadap pada sebuah lahan kosong, sebuah bukit kecil berdiri tegak di depanku. Rumputnya dikerumuni kambing-kambing milik warga sekitar. Walaupun sedikit berbau kambing, aku suka duduk di tempat ini. Karena dari sini aku bisa melihat matahari menyingsing, keluar dari singgasananya untuk menampakkan diri.

Hari ini adalah hari terakhirku bersepeda seperti ini. Menikmati pemandangan sebatas jangkauan mata. Aku harus bersiap meninggalkan tempat ini menuju kota orang untuk menjemput mimpi. Aku berlama-lama duduk menghadap bukit kecil ini. Mengabadikan moment kesukaanku dengan kamera di handphoneku, matahari terbit. Suatu hari aku akan kembali ke sini saat waktu memberikan kesempatan.
***
Tiga tahun berlalu sejak saat itu. Aku memang sering pulang ke rumah, tapi tak sempat ke mana-mana. Istirahat di rumah jauh lebih menyenangkan. Entah kenapa hari ini aku rindu pada kebiasaan lamaku. Sehabis subuh kukayuh sepedaku. Masih terlalu pagi, sejauh mata memandang aku masih berpapasan dengan ibu-ibu yang hendak berangkat ke pasar. Rute bersepedaku aku rubah, agak memutar jauh agar aku bisa sampai bukit kesukaanku tepat pada waktunya. Lama tak bersepeda cukup membuat kakiku payah. Tapi kakiku masih terus saja mengayuh, melaju.

Semua sudah berubah. Aku sedikit tak percaya, hamparan sawah yang biasanya ku lihat sekarang tak sehijau dulu. Sejuknya memudar lantaran berdiri beberapa bangunan rumah. Manusia bertambah banyak, tetapi lahannya tidak. Sawah sudah termakan zaman, kalah dengan bangunan kokoh bernama rumah. Itu adalah pemandangan lumrah yang terjadi sekarang.

Aku tiba pada bukit kesukaanku. Sepi, tak ada kambing merumput. Aku terhenyak seketika. Mencoba menerka, apa aku salah tujuan? Aku melihat sekitar. Ini perumahan yang sama, tapi dengan bukit yang berbeda. Bukit yang tinggal separuh, digerus mesin besar penggali tanah.

Pemandangan indah sepertinya mulai tumbang dimakan zaman. Semua yang bisa dijadikan lahan akan tergerus menjadi deretan bangunan. Termasuk bukit kecil di depanku sekarang, yang hampir rata dengan tanah. Jika paku bumi dihilangkan, lantas nikmat apa yang bisa membuatnya tertancap bertahan? 

Matahari mulai menampakkan wujudnya, tak segagah dulu seperti pemandangan yang kuabadikan di galeri handphoneku, menyising dibalik bukit, menghangatkan. Sekarang dia menyinsing dibalik traktor besar penggerus tanah, menyengat.

0 komentar:

Posting Komentar