Sesampainya di rumah, ternyata Mas sudah pulang. Sedang melihat tv. Aku duduk di sebelahnya.
"Dari mana aja kamu jam segini baru pulang?"
"Nangkring di emperan toko Mas. hehe.."
"Ngapain?" Mas mengangkat alisnya heran.
"Terpesona sama orang. hahaha."
"Ngomong yang bener. Ditanyain masnya kok." Mas mencubit pipiku.
"Aduh Maaas.. sakit." Aku mengusap-usap pipiku.
Aku melanjutkan obrolanku, "Terpesonanya si bener Mas. Tapi sama karyanya orang. Jadi tadi di komplek toko itu ada orang kerjaannya gambar sketsa gitu. Bagus banget mas. Kayak di komik-komik gitu cuma itu real. Aku berhenti di sana. Tanya-tanya. Kalo tafsiranku sih yang gambar itu seumuran Mas. Tapi tadi taku panggil Om. Lha dia ngagetin nepuk pundakku, akunya reflek."
"Hati-hati lho sama orang yang nggak dikenal, dek. Awas diculik!" Mas menakutiku.
"Kelihatannya baik Mas orangnya, lagian kalo diculik nggak mungkin. Di sana kan rame. Tenang aja, kalo nanti kenapa-kenapa aku bisa teriak."
"Bagus, kalo ada apa-apa bilang aku ya!"
"Beres, Mas."
Esoknya selepas sekolah aku langsung menuju emperan toko.
"Halo, Om." Aku nyengir lebar.
"Eh, kamu Jeng."
Kulihat Om Bagas hampir menyelesaikan sketsanya.
"Laris ya, Om?"
Dia tersenyum lebar, "Alhamdulillah, ini pesenan temanku di kampus, Jeng."
"Lho, Om ini mahasiswa?"
Dia mengangguk.
"Kampusnya di mana?" Aku menggelar koran yang sudah kubawa dari rumah, duduk disampingnya.
"Tuh, di depan kantor kedutaan."
"Anak teknik dong? Nggak nyangka. Tapi kalo anak seni bisa gambar itu udah biasa ya Om. Lanjutkan Om." cerocosku.
"Iya, aku anak teknik."
"Tapi kenapa nggak buka lapak di kampus aja, Om? Pasti lebih laris. Kan banyak temen-temennya Om Bagas di sana?"
Dia diam saja, masih melanjutkan aktivitasnya mungkin sedang fokus. Aku bisa memaklumi.
"Tapi jam segini apa nggak kuliah Om?" Tanyaku tiba-tiba.
"Kebetulan jam segini aku nggak ada jam kuliah, jadi bisa di sini sampai sore."
Om Bagas sudah selesai dengan sketsanya. Dia mengambil botol air mineral kemudian meminumnya.
"Om kenapa nggak jadi komikus aja? Kalo Om bikin komik, pasti aku beli. Tenang Om, aku nggak bakal minta gratisan. Sebagai fans yang baik, aku bakal beli karyanya Om."
Dia sedikit tertgun kemudian tertawa.
"Hahaha.. beneran mau beli?"
"Iya, Om. Aku punya banyak komik di rumah tapi kebanyakan komikus Jepang kayak Aoyama Gosho dll. Yang lokal cuma dua, karyanya Om Sweta Kartika sama Om Alex Irzaqi. Mungkin Om Bagas mau jadi komikus lokal ketiga favoritku? Gambar Om Bagas bagus lho, kerasa hidup. Makanya aku suka di sini. Selain alasan karena nggak bisa gambar, jadinya aku suka lihat orang-orang yang pinter gambar. Sedikit iri sih Om." cerocosku
"Ya kalo kamu suka liatin orang gambar ke sini setiap hari aja."
"Beneran nggak apa-apa Om?" Mataku terbelalak senang.
Dia tersenyum.
Sejak hari itu, hampir setiap hari aku menyempatkan diri mampir ke lapak Om Bagas.
0 komentar:
Posting Komentar