RSS

Belajar Berdiri di atas Pijakanku Sendiri

Kalau mengeluh itu adalah hal terpuji, mungkin sebuah buku tulis akan penuh dengan coretan berpeluhku sendiri atau kalau mungkin itu kaset kosong dia akan menjelma menjadi kicauan tak berspasi full satu album side A side B ala suaraku. Dan lagi-lagi aku mengepost tentang postingan sedikit galau.

Semangatku rasanya sudah menguap entah ke mana. Bertikai dengan pikiran sendiri dan akhirnya pusing. Menerka-nerka apa yang akan terjadi esok jika aku begini dan apa akibatnya jika keinginanku yang begini tak sesuai harapan. Rasanya pengen bilang 'sudah, aku sampai sini saja!'. Tapi betapa pengecutnya aku jika aku mengatakan hal itu. Aku sadar sebenar-benarnya sadar bahwa hal yang harus aku lakukan cuma bersabar untuk bertahan dan tetap melangkah di jalan yang selama ini aku lalui.

Aku manusia yang kadang kala on fire tapi juga tersungkur. Aku nggak bisa berpura-pura tegar dan bilang tak terjadi apa-apa padahal batin dan pikiran sedang mempertahankan argumennya masing-masing. Mendebat satu dengan yang lain dan akhirnya badankulah yang tumbang. Hei, aku lelah! Capek entah penat atau apalah namanya!


Sebenarnya tak ada yang meletakkan beban di pundakku. Hanya saja kondisi yang kualami sekarang berubah menjadi beban besar bagiku. Aku bisa saja memutuskan untuk menghilang dari sini sejenak kemudian melaburkan semua bebanku pada telaga suci di lembah kebahagiaan yang jauh di sana. Tapi sepertinya tidak mungkin, pikiranku masih tertancap di sini.

Seandainya boleh memilih, menjadi anak-anak adalah pilihanku. Bisa berceloteh ini itu, bisa bermain sesuka hati dan bisa terus dekat dengan emak dan bapakku. Bergelayut manja di pundak mereka dan tertidur di pangkuan hampir setiap malam dengan dongeng kesayangan. Tapi itu hanya khayalan belaka. 

Sejujurnya aku kangen mereka dengan kondisi yang seperti ini. Betapa tidak, dari dulu sampai sekarang semua kuceritakan pada mereka tanpa mereka tanya sekalipun. Berceloteh tentang khayalanku, keinginanku, kehidupanku dan cerita garingku yang lain. Mereka masih mau menyimak apapun ceritaku mulai dari yang berwarna warni sampai yang mengharu biru. Emakku adalah pendengar setia sekaligus terbaikku, dia tempat ternyaman untuk semua celotehanku. Sedangkan bapakku adalah motivator terhebat, dia mampu menyampaikan tanpa menggurui. Tapi aku menahan peluhku sekarang untuk tak terdengar sampai ke telinga mereka. Entah sudah berapa banyak peluh yang kuutarakan pada mereka, cerita penuh emosi, dan tangis tertahanku di balik saluran telpon. Mungkin bagiku dulu, berbagi cerita pada mereka adalah hal yang setidaknya bisa mengurangi apa yang menumpuk dipikiranku tapi mungkin saja pikiranku pindah dan hinggap menjadi pikiran mereka. Karena itulah ku putuskan untuk tak menceritakan penatku. Cukuplah mendegar suara dan gurauan mereka. Pun jika aku sudah benar-benar tersungkur, do'a merekalah yang kupinta.


Aku hanya mencoba belajar. Belajar meyelesaikan apa yang aku lakukan dengan caraku sendiri. Kalau saja boleh jujur, aku ingin seperti emakku yang tahan banting seperti yang sudah kuketaui lewat cerita dan kehidupannya. Dan aku belajar dari kesakitanku sendiri dan pada sejuta pikiran lainnya agar aku bisa berdiri di atas pijakanku sendiri.

2 komentar:

Me_Lutz mengatakan...

semangat erma :)

ermayaaa mengatakan...

iya lutz, sedang mencoba... :)

Posting Komentar