Kemarin, tepat pukul enam pagi, ada seseorang yang menelponku. Tak biasanya orang itu menelponku jam segini dan nggak sms lebih dulu.
Telpon pertama
Dia: Ermaaaa.. | Me: Iya, Haloo.. Ada apa? | Dia: ... *tut tut tut* telpon terputus begitu saja.
Masih dalam keadaan heran, telpon berdering lagi.
Dia: Ermaaa | Me: Iya, kenapa? | Dia: Selamat ya wisudanya, aku kesiangan nggak bisa ke sana. Udah di dalem ta? | Me: hahaha.. Aku nggak wisuda sekarang, belum selesai skripsiku | Dia: Kemarin ada yang bilang kamu wisuda | Me: Yang wisuda namanya Irma bukan Erma, hehe..
Ya, dia salah info. Mengira aku sedang dalam proses wisuda, padahal aku masih berleha-leha di kamar kos dengan badan yang masih menempel di kasur. Akhirnya jadilah kami ngobrol panjang lebar.
Dari percakapan kita, kamu selalu berkali-kali bilang, "Jangan selalu lihat di atas, jangan lupa lihat bawah supaya kamu bisa bersyukur. Kalo kaya' gini aja kamu sudah k.o gimana entar? Jangan mudah patah semangat. Semakin kamu terpuruk, maka semakin banyak orang yang bertepuk tangan atas keterpurukanmu."
Dari sana aku sadar, hidup memang terjal tapi bukan berarti dia tak bisa dilewati. Hidup bukan momok yang harus ditakuti. Hidup itu belajar. Aku nggak akan bisa pernah bilang berhasil kalo belum nyicipin yang namanya gagal, belum bisa bilang belajar sabar kalo belum nyicipi cobaan, dan aku belum bisa bilang sudah terlewati kalo belum nyicipi yang namanya halangan.
Terima kasih untuk telponnya kemarin. Terima kasih telah berbagi banyak cerita denganku, terima kasih buat segala nasihatnya, dan terima kasih untuk semangatnya. Aku mendapatkan sesuatu dari orang yang tak pernah kuduga.
0 komentar:
Posting Komentar