RSS

Hujan

Hujan itu sarang kenangan. Pada genangan-genangannya, terselip air mata. Lantas, apakah kesedihan bisa luruh hanya dengan turunnya hujan?

Aku menghela napas panjang. Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang muncul di otakku karena aku sendiri enggan bertanya pada orang lain tentang hal itu. Aku hanya memandangi hujan di teras rumahku. Berusaha membuang semua kenangan yang mengendap di otak.

Aku tak sendirian, ada kamu yang kupaksa datang ke rumah menjadi tempat sampah untuk semua kegalauanku tentangnya. Anggap saja aku tak sendirian, walaupun kesadaranmu sudah berpindah pada layar lima inch itu, setidaknya ragamu masih menginjak bumi. Kita diam dalam dunia masing-masing.

Aku menepuk pundakmu sedikit keras, berharap kesadaranmu menyatu dengan ragamu kemudian mendengarkan ucapanku.
"Hmm.." hanya sesingkat itu responmu tanpa beralih pada layar kecil itu.
"Aku ingin meluruhkan kesedihanku." Kataku setelahnya.
"Caranya?" Pandanganmu beralih ke mataku.
"Berdiri di bawah hujan. Meluruhkan kesedihan, memeluk kenangan, dan membiarkannya mengalir menjadi genangan."
"Terserah." Pandanganmu beralih kembali pada ponselmu.

Aku tak mengindahkan reaksimu dan berjalan pada halaman rumah. Menyerahkan semua beban pikiran, kenangan, kesedihan pada hujan sore itu.

Tak lama setelahnya, aku kembali ke teras dan tak melihatmu duduk di bangku. Hanya sesuatu yang tertinggal pada tempat dudukmu, payung. Ada sebuah catatan yang terselip di sana. Dan coretan tangan milikmu yang entah ke mana.
"Ada yang lebih penting daripada sekedar meluruhkan kesedihan. Menyelamatkan harapan yang masih tersimpan di hatimu." Tulisan manusia logis yang menyebalkan tapi selalu ada.

0 komentar:

Posting Komentar