RSS

Menghapus Keraguan

"Maumu apa?"
Itu adalah pertanyaanmu yang kudiamkan hingga kini. Aku masih sibuk dengan pikiranku. Aku tau dengan pilihanku, tapi sepertinya tidak denganmu.
Seperti wanita pada umumnya, perasaanku lebih dominan daripada logikaku. Mungkin sebagian orang berfikir aku telah melakukan hal gila.
“Kamu ingat berapa sekarang umurmu?”, tanyamu berikutnya.
Aku menghela nafas. Jengah mendengar semua ocehanmu sedari tadi setelah aku ceritakan apa yang telah terjadi. Kamu memang teman kecilku, siap memasang badan untuk setiap masalahku. Aku sempat menjulukimu Satria saat itu. Tapi tidak untuk situasi seperti sekarang. Aku butuh jedah untuk masalah ini. Aku pikir kamu mengerti. Tapi nyatanya tidak demikian.
“Ya, aku ingat”, jawabku singkat.
“Apa kamu juga ingat harapan terbesarmu saat ini? Kamu bercerita padaku berkali-kali dan kenyataannya seperti ini. Aku tidak habis pikir. Wanita memang sulit dimengerti.”
Aku cuma mengangguk.
Sepertinya kamu kewalahan menghadapi sikapku dan memutuskan untuk ikut duduk di sebelahku karena sedari tadi yang kamu lakukan hanya berdiri dan menceramahiku.
Kita diam sejenak. Aku tak tau apa yang kamu pikirkan. Aku hanya yakin dengan pilihanku.
“Kamu sadar nggak siapa dia?”, kamu membuka pertanyaan lagi.
“Ya, aku tau. Dia adalah sosok pria yang dieluh-eluhkan wanita kebanyakan.”
“Lalu, kenapa kamu menolak niat baiknya untuk mendampingimu?”
“Haruskah ada alasan?”, tanyaku datar.

“Iya. Mengingat berkali-kali kamu bercerita padaku bahwa kamu ingin menyempurnakan separuh agamamu. Dan do’amu didengarNya. Ada seseorang yang mau mendampingimu, orang yang sempurna. Dieluhkan banyak wanita seperti katamu. Lantas kamu dengan sekali ucap menolaknya. Apa kamu sadar?”, dia menjentikkan tangannya di depan mukaku.
“Aku masih belum yakin dengan dia.”
“Aku semakin tidak mengerti dengan cara pikirmu. Wanita mana yang akan menolak seseorang yang mapan, berwibawa dan rupawan seperti dia? Kecuali kamu. Andai aku seorang wanita dan dia melamarku, aku tidak akan berpikir panjang.”
“Ya, aku tau. Aku paham. Tapi aku sudah memutuskan.”
“Lalu, pria seperti apa yang kamu harapkan? Apakah kriteriamu masih ada di bumi ini?”, alisnya terangkat.
“Pria yang aku harapkan adalah pria yang bisa menghapus semua keraguanku. Aku tidak berharap yang sempurna. Aku cuma ingin seseorang yang membuat aku yakin bahwa dia bisa menjadi pendamping hidupku.”
Kamu diam saat itu. Mungkin menganalisa jawabanku. Aku sedikit lega, setidaknya bombardir pertanyaanmu berhenti walaupun aku tau itu tidak lama. Aku akui aku memang gila dengan keputusanku tadi. Tapi untuk urusan ini aku mengikutkan kata hati karena ini urusan seumur hidup, aku tidak bisa main-main. Untuk apa bersama orang yang membuatku ragu? Itu adalah pikiranku saat itu. Bukankah Nabi menganjurkan memilih pasangan hidup yang aku sendiri memiliki kecendrungan hati padanya?
“Apa kamu belum menemukan pria yang bisa menghapus semua keraguanmu?”, tanyamu membuyarkan lamunanku.
Aku menggeleng menjawab pertanyaanmu.
“Bagaimana denganku? Selama berteman denganku, apa ada rasa ragu di hatimu?”
Seketika aku terdiam mencerna maksud pertanyaanmu.

0 komentar:

Posting Komentar