RSS

Cover Original vs Cover Komersial

Sebenernya udah lama aku pengen ngepost tentang hal ini tapi baru nulis sekarang gara-gara kejadian tadi sore. Seperti biasa, aku ceritanya mau baca gratisan di salah satu toko buku. Dan kebetulan juga aku lagi naksir beberapa buku tapi jadi mikir-mikir panjang buat belinya karena satu hal, cover komersial.

Aku termasuk orang yang imaginatif, apa yang aku baca bisa langsung aku visualisasikan dalam pikiran menurut bayanganku sendiri. Kadang ada kasus aku pengen baca novel pas novel itu udah di-film-in karena penasaran. Alhasil waktu aku ke toko buku, novel yang pengen aku baca itu udah bertebaran di mana-mana dengan cetakan cover komersial versi filmnya, udah nggak kaya' cover aslinya dulu. Okelah, cover komersial itu bertujuan untuk mendongkrak penjualan dan sebagai media promosi filmnya juga. Tapi apa nggak ada sisa novel dengan cover originalnya? Jujur aku nggak suka sama novel dengan cover komersial. Menurutku itu membatasi imaginasiku. Apa yang aku bayangkan bakal terkotak-kotak oleh wajah para tokoh di cover novel dan imaginasiku secara nggak langsung nggak bekerja secara maksimal dan itu mengganggu mood dan feel membacaku. Biasanya kalo novel dengan cover komersial sudah bertebaran, aku nggak jadi beli kecuali dalam kondisi tertentu dan kalo aku inget-inget itu terjadi cuma satu kali aku beli novel dengan cover komersial, lainnya aku nunggu sampek ada cover originalnya lagi. Gara-gara kejadian itu, tadi sore aku beli novel yang ngak ada plastiknya (udah kebuka), kondisinya masih bagus tapi cover original. It's true, aku lebih milih kaya' gitu, beli novel cover original yang meskipun udah ngak ada plastiknya dengan kondisi masih bagus daripada harus beli novel dengan cover komersial yang masih berplastik. Kalo pas yang dijual komersial semua ya nggak jadi beli walopun sebenernya pengen. hahaha... Sedikit yang menguntungkan adalah, kalo aku penasaran sama novel yang difilmkan, biasanya aku belum minat nonton filmnya. Pengen baca dulu baru nonton. Selain aku ngak tau aktor/ aktris itu memainkan siapa dalam cerita novel, ditambah lagi kalo nonton dulu baru baca sama aja boong, malah bacanya ntar nggak ada feelnya soalnya udah tau jalan ceritanya. Apalagi biasanya novel sama film masih bagusan novelnya (nggak bisa disalahin si, soalnya kalo film kan tergantung durasi juga) -____-'

Kejadiannya sama kayak kalo komik difilmkan. Aku udah mematenkan bentuk fisik tokoh dalam komik di otak tapi seperti langsung njomplang ketika ada cerita versi manusianya. Nggak bakal puas. Seperti Shinichi yang dimanusiakan, jujur aku cegek --'. Shinichi dalam bayanganku vs Shinichi yang dimanusiakan.

Sekian.

2 komentar:

Prawira Aditama mengatakan...

waduh bahaya iki, seneng ambek karakter kartun secara berlebihan

ermayaaa mengatakan...

bukan seneng secara berlebihan. cm ngak seneng ae fisik e kartun diubah mbek fisik e menungso tp adooh banget perbedaane.. ._.

Posting Komentar